Sabtu, 10 November 2012
mata kuliah: kepemimpinan & supervisi pendidikan
oleh: Rinda Wulandari, S.Pd
BAB I
KONSEP, PRINSIP, DAN SYARAT-SYARAT KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Pada prinsipnya konsep kepemimpinan terdapat banyak kesamaan. Dalam rumusan mengenai ciri-ciri kepemimpinan secara fundamental bersifat universal, hal ini berlaku pada semua bidang kegiatan. Kepemimpinan adalah kegiatan seseorang menggerakkan orang lain agar orang itu berkenan melaksanakan tugasnya. Proses kepemimpinan seseorang dapat muncul dalam bentuk usaha mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan. Proses kepemimpinan dapat muncul kapan dan dimana saja bila terdapat unsur-unsur:
Orang yang memimpin.
Orang-orang yang dipimpin.
Kegiatan atau tindakan penggerakan untuk mencapai tujuan.
Tujuan yang ingin dicapai bersama.
Teori-teori kepemimpinan ada enam, yaitu:
1. Teori Sifat (Traits Theory): apa yang membuat seseorang pemimpin berhasil (efektif) bersumber dari kepribadian (personality) pemimpin itu sebagai seorang insan. Kenyataannya, kepemimpinan yang efektif pada dasarnya merupakan salah satu fenomena yang sangat efektif, pada dasarnya merupakan salah satu fenomena yang sangat kompleks dalam hubungan antarmanusia dan merupakan teka-teki yang tidak ada habis-habisnya bagi siapa saja yang ingin menguasainya. Berdasarkan penelitian terhadap sifat-sifat “orang besar” (greatman) dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan “orang besar” didasarkan atas sifat-sifat yang dibawa sejak lahir. Jadi, kepemimpinan tersebut merupakan sesuatu yang diwariskan. Teori ‘leaders are born and not made’ (pemimpin-pemimpin dilahirkan dan tidak dibentuk) para ahli menyebut teori ini sebagai teori bakat. Kelemahannya adalah:
o Diantara pendukung-pendukungnya tidak ada persesuaian atau kesamaan mengenai perincian sifat-sifat yang dimaksud.
o Terlalu sulit untuk menetapkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.
o Sejarah membuktikan bahwa situasi dan kondisi tertentu memerlukan sifat-sifat pemimpin yang tertentu pula.
2. Teori Lingkungan (Environmental Theory): kemunculan pemimpin merupakan hasil dari waktu, tempat, dan situasi sesaat. Seseorang dapat menjadi pemimpin dalam suatu situasi tertentu karena kelebihannya dalam mengatasi situasi itu. Sedangkan, mungkin dalam situasi lain yang tidak memerlukan kelebihan tersebut, ia tidak menjadi pemimpin. Beberapa ahli teori ini sependapat bahwa walaupun suatu situasi tertentu memberikan kesempatan bagi timbulnya pemimpin, namun situasinya itu sendiri tidak cukup untuk memunculkan suatu kepemimpinan. Situasi dan kondisi tertentu melahirkan tantangan tertentu. Diperlukan orang-orang yang memiliki sifat atau ciri-ciri tertentu yang cocok. Seorang pemimpin yang berhasil pada situasi dan kondisi tertentu tidak menjamin bahwa ia pasti berhasil pada situasi dan kondisi tertentu, tidak menjamin bahwa ia pasti berhasil pada situasi dan kondisi yang lain. Teori lingkungan ini, juga disebut teori serba situasi. Kebangkitan dan kejatuhan seorang pemimpin dikarenakan oleh situasi dan kondisi.
3. Teori Pribadi dan Situasi (Personal-Situational Theory): kepemimpinan sebagai akibat dari seperangkat kekuatan yang tunggal. Teori ini mengakui bahwa kepemimpinan merupakan produk dari terkaitnya tiga faktor, yaitu:
Sifat-sifat pribadi dari pemimpin
Sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya
Masalah-masalah yang dihadapi oleh kelompok
Teori ini mungkin dapat diparalelkan dengan teori ekologis, yang pada pokoknya menyatakan bahwa seseorang akan berhasil melaksanakan kepemimpinan apabila ia pada waktu lahir telah memiliki bakat atau sifat kepemimpinan yang kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman. Kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kepribadiannya dengan menyesuaikannya kepada situasi yang dihadapi, yaitu:
• Tugas, pekerjaan atau masalah yang dihadapi
• Orang-orang yang dipimpin
• Keadaan yang mempengaruhi tugas, pekerjaan, dan orang-orang tadi.
4. Teori interaksi dan harapan (interaction-expectation theory): teori ini mendasarkan diri pada variabel-variabel ; aksi, reaksi, interaksi, dan perasaan (action, interaction, dan sentiment). Teori ini berasumsi bahwa semakin terjadi interaksi dan partisipasi dalam kegiatan bersama semakin meningkat perasaan saling menyukai/menyenangi satu sama lain dan semakin memperjelas pengertian atas norma-norma kelompok. Semakin tinggi perasaan keakraban pemimpin dengan anak buahnya semakin efektif dalam situasi dimana dituntut kepemimpinan yang moderat.
5. Teori Humanistik (Humanistic Theory): Teori ini mendasarkan diri pada tesis “the human being is by nature a motivated organism; the organization is by nature structured”. Artinya, manusia karena sifatnya adalah organisma yang dimotivasi, sedangkan organisasi karena sifatnya adalah tesusun dan terkendali. Menurut teori humanistik ini, perlu dilakukan motivasi pada pengikut, dengan memenuhi harapan mereka dan memuaskan kebutuhan mereka. Melakukan motivasi berarti juga melakukan human relations (hubungan antar manusia). Artinya, mengusahakan keseimbangan antara kebutuhan/kepentingan umum organisasi.
6. Teori tukar-menukar (exchange theory): Teori ini berdasarkan asumsi bahwa interaksi sosial menggambarkan suatu bentuk tukar menukar dimana anggota-anggota kelompok memberikan kontribusi dengan pengorbanan mereka sendiri dan menerima imbalan dengan pengikut yang digerakkan oleh pemimpin. Hal ini dapat terjadi karena saling menguntungkan. Teori ini juga disebut teori “beri-memberi” atau dapat juga disebut saling memberi dan menerima.
Sumber-sumber Kepemimpinan Pendidikan bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: Pemimpin resmi yang biasa disebut “status leader”, “titular leader” atau “formal leader” merupakan sebutan bagi mereka yang menduduki posisi pimpinan dalam struktur organisasi pendidikan, dan Pemimpin yang tidak resmi yang biasa disebut “real leader”, “emerging leader”, “functional leader” merupakan sebutan bagi mereka yang mampu mempengaruhi dan mendorong ke arah perbaikan pendidikan dan pengajaran, walaupun mereka tidak menduduki posisi pimpinan dalam struktur organisasi pendidikan. Akan sangat baik dan berkualitas bila seorang pemimpin pendidikan itu selain didukung oleh posisi yang diduduki dalam struktur organisasi pendidikan, juga memiliki kelebihan-kelebihan yang berasal dari pribadinya.
Sondang P. Siagian dalam bukunya Filsafat Administrasi menyimpulkan ada tiga teori yang menonjol mengenai timbulnya seorang pemimpin, yaitu:
Teori Genetis(hereditary theory), seseorang akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinan.
Teori Sosial, setiap orang akan dapat menjadi pemimpin bila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
Teori Ekologis (Sondang P. Siagian, 1980), seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik bila ia sejak dilahirkan telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan.
Roby (1961) seperti dikutip oleh Mar’at dalam bukunya Pemimpin dan Kepemimpinan , mengembangkan model matematik dari fungsi-fungsi kepemimpinan yang berdasarkan unit-unit respon dan bobot informasi. Fungsi-fungsi Kepemimpinan Pendidikan dapat diidentifikasikan menjadi:
Menghasilkan kesesuaian tujuan diantara para anggota
Menyeimbangkan akal dan kemampuan kelompok dengan tuntutan lingkungan
Menetapkan struktur kelompok yang akan memusatkan informasi secara efektif dalam memecahkan masalah
Memastikan bahwa semua informasi yang diperlukan tersedia apabila sedang dibutuhkan.
Bales dan Slater (1955), melihat ada dua fungsi utama yang ditampilkan oleh pemimpin, yaitu:
1. Dihubungkan dengan produktivitas.
2. Berkaitan dengan dukungan sosio emosional dari anggota-anggota kelompok.
Tahalele dan Indrafachrudi (1975), menyebutkan ada dua fungsi primer pada kepemimpinan pendidikan, yaitu:
1. Fungsi kepemimpinan pendidikan yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai.
2. Fungsi kepemimpinan pendidikan yang bertalian dengan penciptaan suasana pekerjaan yang sehat dan menyenangkan.
Nawawi (1988), fungsi kepemimpinan pendidikan adalah:
1. Mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berpkir dan mengeluarkan pendapat.
2. Mengembangkan suasana kerjasama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang dipimpin sehingga timbul kepercayaan pada diri sendiri dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing.
3. Mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat/buah pikiran dengan sikap harga menghargai sehingga timbul perasaan ikut terlibat di dalam kegiatan kelompok/organisasi dan tumbuh perasaan bertanggungjawab atas terwujudnya pekerjaan masing-masing sebagai bagian dari usaha pencapaian tujuan.
4. Membantu menyelesaikan masalah, baik yang dihadapi secara perorangan maupun kelompok dengan memberikan petunjuk untuj mengatasinya sehingga berkembang kepedulian dan kesediaan untuk memecahkan dengan kemampuan sendiri.
Prinsip-prinsip kepemimpinan pendidikan dikelompokkan menjadi lima:
1. Prinsip pelayanan
Kepemimpinan sekolah harus menetapkan unsure-unsur pelayanan dalam kegiatan operasional di sekolahnya.
2. Prinsip persuasi
Menekankan agar dalam menjalankan kepemimpinannya, pemimpin pendidikan memperhatkan situasi dan kondisi setempat.
3. Prinsip bimbingan
Dalam melaksanakan kepemimpinannya, pemimpin pendidikan hendaknya membimbing peserta didik ke arah tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan perkembangan peserta didik di lembaga yang ada dalam wilayah pembinaannya.
4. Prinsip efisiensi
Prinsip yang bersifat ekonomis.
5. Prinsip berkesinambungan
Bertujuan agar pemimpin pendidikan ini diterapkan tidak hanya pada satu waktu saja, tetapi perlu secara terus menerus, selama mereka berada di sekolah.
Seseorang yang ditunjuk sebagai pemimpin pendidikan harus memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditentukan, diantaranya:
1) Syarat-syarat formal
2) Syarat-syarat fundamental
3) Syarat-syarat praktis
4) Syarat-syarat kepemimpnan lainnya, yaitu:
Memiliki kecerdasan atau intelegensi yang cukup baik.
Percaya diri sendiri dan bersifat membership.
Cakap bergaul dan ramah tamah.
Kreatif, penuh inisiatif, dan memiliki hasrat/kemauan untuk maju dan berkembang menjadi lebih baik.
Organisatoris yang berpengaruh dan berwibawa.
Memiliki keahlian atau keterampilan dalam bidangnya.
Suka menolong, member petunjuk, dan dapat menghukum secara konsekuen dan bijaksana.
Memiliki keseimbangan/kestabilan emosional dan bersifat sabar.
Memiliki semangat pengabdian dan kesetiaan yang tinggi.
Berani mengambil keputusan dan bertanggung jawab.
Jujur, rendah hati, sederhana, dan dapat dipercaya.
Bijaksana dan selalu berlaku adil.
Disiplin.
Berpengetahuan dan berpandangan luas.
Sehat jasmani dan rohani.
Sifat-sifat kepemimpinan
Asta brata
a) Watak matahari, matahari mempunyai sifat panas dan penuh energy dan pemberi sarana hidup.
b) Watak bulan, bulan mempunyai wujud indah dan menerangi dalam kegelapan.
c) Watak binatang, bintang mempunyai bentuk yang indah dan menjadi hiasan di waktu malam yang sunyi serta menjadi kompas atau pedoman bagi mereka yang kehilangan arah.
d) Watak angin, angin mempunyai sifat mengisi setian ruangan yang kosong walaupun tempat rumit sekalipun.
e) Watak mendung, mempunyai sifat menakutkan (wibawa), tetapi sesudah menjadi air (hujan) dapat menghidupkan segala yang tumbuh.
f) Watak api, api mempunyai sifat tegak dan sanggup membakar apa saja yang bersentuhan dengannya.(Pemimpin harus dapat berfungsi laksana api, bertindak tegas, adil, tanpa pandang bulu).
g) Watak samudera, samudera mempunyai sifat luas, memet dan rata. (Pemimpin harus mempunyai pandangan yang luas, rata, sanggup menerima semua persoalan, dan tidak boleh membenci terhadap seseorang).
Prof.Arifin Abdulrachman
a) Sifat-sifat pokok, sifat dasar yang dimiliki oleh setiap pemimpin. Adil, pengayom, penuh inisiatif, penuh daya tarik, penuh rasa percaya diri.
b) Sifat-sifat khusus karena pengaruh tempat, sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.
c) Sifat-sifat khusus karena pengaruh dari golongan pemimpin.
John D. Miller
“Institusional Conditions of Leadership”, ada empat hal penting dalam kepemimpinan, yaitu:
1. The ability to see an enterprise as a whole (kemampuan melihat organisasi sebagai keseluruhan).
2. The ability to make decisions (kemampuan mengambil keputusan).
3. The ability to delegate authority (kemampuan melimpahkan atau mendelegasikan wewenang).
4. The ability to command loyality (kemampuan menanamkan kesetiaan).
Sembilan C persyaratan pemimpin pemerintahan menurut Herman Finer :
1. Consciousness
Kesadaran. Pemimpin harus memiliki fakta-fakta dan pengetahuan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
2. Coherence
Mengkait-kaitkan. Pemimpin harus mampu menghubungkan berbagai macam cabang ilmu yang diperlukan bagi jabatannya.
3. Constancy
Kemantapan. Suatu ketetapan pendirian atau kekukuhan.
4. Conviction
Keteguhan. Suatu ketetapan hati, tekad dan keyakinan; pemimpin memiliki cita-cita, citra, kebijakan, dan prinsip-prinsip.
5. Creativeness
Daya cipta. Kekreatifan.
6. Concientiousness
Kecermatan. Pemimpin harus berusaha memenuhi semua persyaratan dan secvara seksama meneliti diri sendiri, sudahkah memenuhi syarat-syarat.
7. Courage
Keberanian. Suatu kekuatan moral untuk bertindak.
8. Captivation
Gaya yang menarik. Sesuatu yang dapat memikat atau menarik. Misal, gaya berpidato atau penampilan.
9. Cleverness
Kepandaian. Memiliki pengetahuan tentang prosedur, tentang karakter manusia, tentang bernilainya suara pemilih (rakyat) dan sebagainya.
Sikap dan Sifat-sifat Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia
Sikap dasar
Konsisten dan konsekuen dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila dengan berpedoman P4.
Mengayomi, sikap dasar yang suka memberi perlindungan atau memberi teduh sehingga pengikutnya selalu merasa aman dan tentram dalam perlindungannya.
Sifat-sifat
Adil, kemampuan memperlakukan anak buah secara sama. Keadilan adalah kesadaran untuk memberikan kepada masing-masing, apa yang telah menjadi haknya.
Arif bijaksana, kecakapan dan kepandaian bertindak/berbuat menghadapi orang lain.
Penuh prakarsa/inisiatif, sumber inspirasi dan sumber dinamika yang mampu menggerakkan orang-orang.
Percaya pada diri sendiri, sesuatu yang menimbulkan keseimbangan jiwa dan pikiran yang pada akhirnya menumbuhkan semangat optimism dalam rangka mencapai tujuan.
Penuh daya pemikat, sesuatu yang dapat menarik atau memikat perhatian orang.
Ulet, suatu sifat tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan dan selalu berusaha untuk mengatasi berbagai kesulitan.
Mudah mengambil keputusan, menggambarkan sikap tegas dan sifat tidak ragu-ragu sehingga segala sesuatu dapat segera dilaksanakan.
Jujur, suka bekerja sesuai dengan ketentuan yang ada dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Berani mawas diri, suatu sifat melihat ke dalam diri sendiri danke dalam tubuh organisasi untuk melihat kekurangan, untuk selanjutnya menutupinya.
Komunikatif,sifat mudah menyampaikan sesuatu kepada pihak lan dengan menggunakancara-cara dan gaya yang mudah diterima.
Dalam operasionalnya kepemimpinan pemerintahan di Indonesia berpegang pada prinsip-
prinsip:
“ing ngarso sung tulodo”
Pemimpin harus mampu menjadikan dirinya sebagai panutan.
“ing madyo mangun karso”
Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi.
“tut wuri handayani”
Pemimpin harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya supaya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggungjawab.
BAB II
TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN
Secara umum, menurut cara pelaksanaannya, ada empat tipe kepemimpinan, yaitu:
Kepemimpinan yang otokratis
Pemimpin tipe ini adalah seorang pekerja keras, teliti, dan tertib. Hal ini mengakibatkan suasana di sekolahnya selalu tegang. Sehingga timbul sikap dan anggapan bahwa seorang pemimpin otokratis mempunyai gaya kepemimpinan:
1. Hanya pemimpin sendiri yang perlu mengetahui policy dan tujuan sebenarnya dari usaha yang dilaksanakan.
2. Hanya pemimpinlah yang berhak merencanakan dan menentukan sesuatu kebijaksanaan.
3. Anggota-anggota stafnya adalah pelaksana yang tinggal melaksanakan apa yang telah ditentukan oleh pemimpin.
4. Setiap langkah dari anggota pelaksana perlu diawasi.
5. Kalau ada saran dan pendapat dari anggotanya hanya pemimpinlah yang dapat menentukan pilihan.
6. Penilaian hasil dari proses bekerja dilakukan oleh pemimpin sendiri berdasarkan norma-norma yang ditentukan sendiri.
Kepemimpinan yang Pseudo-Demokratis
Ia memberi hak dan kuasa kepada para guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu, tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan perhitungan. Sifat seorang pemimpin yang disebut Pseudo-Demokratis (pseudo berarti palsu) sebenarnya bersifat otokratis, tetapi di dalam kepemimpinannya ia memberi kesan seperti demokratis.
Kepemimpinan yang Laissez-Faire
Seorang yang mempunyai tipe kepemimpinan Laissez-Faire meyakini bahwa guru-guru akan bekerja dengan kegembiraan. Umumnya, pemimpin tipe ini bekerja tanpa rencana. Terdapat beberapa kelemahan dari pemimpin semacam ini, yakni tidak akan menghasilkan suasana tertib dan damai dan tidak akan menimbulkan self discipline kepada anggotanya. Pemimpin Laissez-Faire (biarkan saja berjalan) dapat menimbulkan kekacauan dan kesimpangsiuran dalam usaha. Kepemimpinan macam ini mungkin disebabkan tidak mampu, malas, masa bodoh, atau karena tidak tahu arti sebenarnya dari demokrasi. Sebenarnya demokrasi bukanlah kebebasan mutlak, melainkan kebebasan yang dibatasi oleh peraturan tertentu, yaitu peraturan yang ditentukan bersama.
Kepemimpinan yang Demokratis
Pemimpin demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya yang secara bersama-sama berusaha dan bertanggungjawab tercapainya tujuan bersama. Sikap dan tindakan seorang pemimpin demokratis dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Mengakui dan menghargai potensi yang dimiliki setiap anggota kelompoknya.
2. Dapat menimbulkan dan memanfaatkan kesanggupan/potensi tersebut.
3. Dapat dan berani memindahkan tanggung jawab kepada petugas lain (delegation of authority).
4. Dapat melepaskan diri dari tugas-tugas rutin supaya dapat mencurahkan waktu dan tenaga pada soal-soal kepemimpinan yang kreatif.
5. Dapat cepat mengerti dan menghargai ide-ide yang dikemukakan orang lain.
6. Tidak meminta/mengharapkan penghargaan yang lebih dari anggota-anggota kelompok lainnya.
7. Memperhatikan dan mendorong perkembangan setiap anggota kelompoknya.
8. Beranggapan bahwa anggota-anggota kelompoknya harus sebanyak-banyaknya diikutsertakan dalam tanggung jawab, serta diberi kesempatan untuk melaksanakan kepemimpinannya (Depdikbud,1984).
Prinsip kepemimpinan adalah asas yang mengandung kebenaran dan pantas untuk selalu digunakan oleh setiap pemimpin. Prinsip-prinsip kepemimpinan meliputi:
Mahir dalam soal-soal teknis dan taktis.
Mengetahui diri sendiri, mencari dan selalu berusaha memperbaiki diri.
Memiliki keyakinan bahwa tugas-tugas dimengerti, diawasi, dan dijalani.
Mengenal anggota-anggota bawahan serta memelihara kesejahteraannya.
Memberi teladan dan contoh yang baik.
Menumbuhkan rasa tanggung jawab di kalangan anggota.
Melatih anggota bawahan sebagai satu tim yang kompak.
Buat keputusan-keputusan yang sehat dan tepat pada waktunya.
Memberi tugas dan pekerjaan kepada bawahan sesuai dengan kemampuannya.
Bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan.
Setiap permasalahan kepemimpinan selalu meliputi tiga unsur yang terdiri atas:
Unsur manusia.
Unsur sarana.
Unsur tujuan.
Metode yang digunakan untuk mengarahkan bawahan agar mereka melakukan tugasnya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab senantiasa berbeda pada setiap situasi dan kondisi. Terdapat beberapa metode yang dapat dilakukan, yaitu:
o Metode persuasif (membujuk).
o Metode implikatif (melibatkan).
o Metode sugestif (menganjurkan).
o Metode diskusi
o Advise (nasihat)
o Induecement (paksaan).
o Komando.
Keberhasilan atau kegagalan dari hasil kepemimpinan seseorang dapat diukur atau ditandai oleh empat hal, yaitu: moril, disiplin, jiwa karsa, dan kecakapan.
Corak dan gaya kepemimpinan dapat terlihat dari sikap pemimpin, yaitu: sebagai pemimpin, guru Pembina, bapak, dan teman seperjuangan.
Dalam Era Reformasi pada saat ini, para pemimpin kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan Indonesia harus benar-benar memahami dan menghayati nilai-nilai dasar negara, yaitu Pancasila yang bersifat integratif. Kriteria pokok kepemimpinan nasional integratif sebagai berikut:
Terciptanya interaksi/keterpaduan yang harmonis antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Ciri, gaya, sifat, prinsip, teknik, dan asas serta jenis kepemimpinan yang handal.
Strategi kepemimpinan nasional yang tepat (sesuai situasi dan kondisi, serta kurun waktu yang dihadapi).
Kepemimpinan nasional yang integratif harus memiliki pola pikir, pola sikap, dan pola tindak sebagai negarawan. Makna dari negarawan adalah seorang pemimpin diharapkn mampu mengubah kondisi saat ini melalui proses untuk menciptakan kondisi yang diharapkan dalam rangka mencapai tujuan nasional dan mewujudkan cita-cita nasional.
Berpikir sebagai negarawan memiliki ciri “satria”, yaitu mampu menyatukan kesatuan berpikir yang meliputi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan dating.
Bersikap sebagai negarawan, harus berladaskan wawasan nusantara.
Bertindak sebagai negarawan,harus berlandaskan atau berpedoman pada konsepsi ketahanan nasional dalam penyelenggaraan kehidupan nasional dan pembangunan nasional dan juga pendekatan terhadap ketahanan nasional.
BAB III
PERKEMBANGAN TEORI KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI PENDIDIKAN
Orang-orang yang berperan dalam kepemimpinan supervisi harus mengerti kondisi suatu organisasi dan memiliki tinjauan terhadap apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki organisasi dan menyambungkan perilaku-perilaku orang lain dengan struktur organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya, organisasi adalah kesatuan social yang dibangun dengan maksud yang luas dan kadang-kadang dibangun kembali untuk memenuhi tujuan. Tujuan tersebut memberikan identitas pada organisasi pada lingkungan. Pada waktu perubahan yang substansial, organisasi yang tidak dapat mempertahankan kejelasan tujuan atau gagal melihat diri sebagai suatu yang berfungsi menyeluruh dengan sendirinya akan menjadi suatu organisasi yang tidak dapat dipakai lagi.
Dalam perangkat sekolah, sebuah sistem boleh dirumuskan sebagai seperangkat komponen yang diatur sedemikian rupa untuk tercapainya tujuan yang diharapkan. Komponen tersebut, terdiri atas fasilitas, material, dana, guru pengujian, dan sekumpulan variabel pengembang lain untuk mendidik anak-anak.
Nilai nyata dari perspektif sistem bagi supervisor sebagai alat mengidentifikasi kondisi-kondisi yang tidak menyumbang atau menghambat dalam arus kegiatan. Dapat dikatakan, sekali dapat diidentifikasi kekurangan sistem dapat ditargetkan kembali untuk membuat rancangan. Sistem dapat juga membantu pendidik membangun model-model kondisi belajar yang diinginkan.
Kunci lain untuk menyukseskan metodologi pengembangan organisasi dalam memperbaiki proses lembaga adalah janji yang berkenaan dengan perubahan terhadap perpanjangan waktu dan pemakaian beberapa sumber organisasi untuk mempertahankan, membangun kembali, dan memperbesar strukturnya. Pendekatan-pendekatan teknologi pengembangan organisasi bertujuan agar sekolah memperbarui kembali dirinya.
Meskipun studi mengenai struktur dan proses organisasi merupakan cara yang tepat untuk melihat supervise, tetapi studi relasi diantara orang dalam organisasi merupakan focus yang lain yang perlu diperhatikan. Hal ini dapat didekati dari sejumlah variabel, misalnya komnikasi, kebutuhan individual, semangat juang, motivasi, dan kelompok kerja kecil studi relasi organisasi telah diperkaya oleh studi kepemimpinan dan member petunjuk terhadap fungsi organisasi.
Riset kepemimpinan lebih jauh memperlihatkan faktor penting lain dalam rumus kepemimpinan, yaitu pengikut. Dalam konteks ini, pengikut adalah suatu hal krusial (gawat) dalam menetapkan kepemimpinan. Oleh karena orang ini merasakan pemimpin dan situasi dan mengadakan reaksi menurut penglihatannya. Dengan pengamatan ini, riset kepemimpinan muncul ke dalam tahap “teori pertukaran” yang memfokuskan diri bagaimana pemimpin mendorong kelompok untuk menerima pengaruh mereka dan proses di bawah perpanjangan penggunaan pengaruh itu.
Suatu elemen administrasi yang mendasar ialah kebutuhan mengoordinasikan kegiatan-kegiatan. Koordinasi merupakan jembatan diantara perencanaan dan tindakan. Kebijaksanaan memudahkan pekerjaan koordinasi dengan memberikan suatu konsepsi metode yang terinci untuk menyelesaikan tugas dan mendorong pendelegasian, baik wewenang maupun tanggung jawab dalam organisasi. Studi mengenai penyusunan kebijakan dan penyelenggaraan menjadi penting sekali dalam organisasi. Dalam dunia pendidikan misalnya, sekolah terbuka dan bergantung pada input dari sumber-sumber yang bermacam-macam.
Kepercayaan tradisional menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu profesi. Dalam profesi ini keputusan kebijakan dibuat badan representative dari orang awam dan penerapannya oleh para professional. Ideologi ini telah ditantang atas dua dasar, yaitu pembuatan bersama-sama dilengkapi rasional bagi usaha baru dalam dalam pengembangan warga Negara. Masyarakat menantang:
Keefektifan sekolah.
Kerepresentatifan pembuat kebijakan sekolah.
Sistem sekolah diadministrasikan dalam struktur kewibawaan yang kompleks. Badan pendidikan tidak melakukan wewenang akhir atas kebijakan pendidikan. Dalam realitasnya badan pendidikan hanya melakukan kewibawaan sampai ia dapat mensahkan keputusan (membuat keputusan itu dapat diterima) dalam sistem politik. Badan pendidikan tidak dapat memaksa kebijakan yang tidak dapat diterima oleh orang yang dilayaninya dan menahan kebijakan itu. Dengan demikian, orang yang bergerak di sekolah harus secara kontinyu mencari persetujuan masyarakat mengenai pelaksanaan keijakan.
BAB IV
KEPEMIMPINAN DALAM ADMINISTRASI PENDIDIKAN
A. Arti Administrasi Pendidikan
Pengertian administrasi didefinisikan sebagai “keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang berdasarkan pada rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.” Terdapat beberapa komponen pengertian:
1. Direction
2. Control dan management
3. Manajemen
Dilihat dari sudut perkembangan administrasi sebagai ilmu, maka klasifikasi fungsi manajemen tersebut, ternyata berkembang menurut latar belakang kondisi masyarakat dengan pandangan hidupnya dan alam pikiran dari seorang teoritikus.
Di dunia pendidikan dibutuhkan suasana sangat demokrasi agar kreativitas guru dan murid berkembang secara optimal.
B. Prinsip-prinsip Administrasi Pendidkan
Douglas dalam bukunya Modern Administration of Secondary School menyarankan beberapa prinsip organisasi dan administrasi sebagai berikut:
Memprioritaskan tujuan di atas pertimbangan pribadi dan mekanisme organisasi (Priority of objectives over machinery and Personal Considerations)
Pengoordinasian tentang wewenang dan tanggung jawab (Coordination of authority and responsibility).
Penyesuaian tanggung jawab yang diberikan terhadap karakter personil (Adaptation of responsibility to the character of the personnel)
Pengenalan terhadap factor-faktor psikologis manusia (Recognition of the human psychological factors)
Relativitas dari nilai-nilai (Relativity of values)
C. Administrator Sekolah sebagai Pimpinan Pendidikan
Bordman, menyatakan tugas utama kepala sekolah dan guru-guru adalah menyukseskan pendidikan dan pengajaran. Tetapi, kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah hendaknya memimpin guru-guru, para pegawai, dan orang tua murid.
Ada dua faktor pendukung untuk menyukseskan kepemimpinan kepala sekolah itu dalam rangka mencapai tujuan pendidikan pengajaran, yaitu:
a. Pembentukan sarana-sarana pendidikan pengajaran yang tepat.
b. Ia sendiri dituntut adanya ketrampilan tertentu.
Faktor lain adalah sebagai faktor ekstern, yaitu suatu sarana pengajaran yang memberi keleluasaan berkembang bagi guru-guru dalam membina profesinya dengan tidak terlalu mengganggu kegiatan administrasi praktis.
Faktor kedua merupakan faktor intern dari kepala sekolah. Faktor ini merupakan keterampilan tertentu yang ada padanya.
D. Beberapa Masalah Personel Sekolah dan Pemecahannya
Tahalele, menyatakan bahwa di dalam sekolah guru-gurulah yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan anak-anak. Kita menghendaki supaya anak-anak itu tumbuh dengan baik di sekolah. Hanya dalam situasi pekerjaan yang sehat dan menyenangkan terpupuklah moral yang tinggi pada guru yang ingin berkorban untuk kemakmuran sekolah. Masalah-masalah itu dapat menimpa kepada guru karena beberapa kebutuhan yang ada pada dirinya tidak terpenuhi dan tidak terpuaskan. Dengan tidak terpenuhi kebutuhannya sehingga stabilitas jiwa seseorang itu terganggu. Usaha-usaha pemecahan masalah dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
Menyusun penilaian bersama antara dewan guru untuk mengadakan penilaian terhadap pekerjaannya sendiri, yang selanjutnya adakalanya dilakukan supervisi secara gotong royong.
Kirimilah guru itu dengan majalah-majalah yang berisi ide menantang. Tapi, guru-guru yang lain hendaknya dikirimi pula.
Berilah tanggung jawab dalam kepanitiaan program kesejahteraan guru-guru.
Berilah tanggung jawab dalam kepanitiaan sehubungan dengan kesejahteraan guru, perencanaan program, dan self evaluasi.
BAB V
MEMBINA HUBUNGAN BAIK DENGAN MASYARAKAT
Prinsip Dasar yang Harus Diterapkan Sekolah untuk Membina Hubungan dengan Masyarakat Sekitar
Hubungan dengan masyarakat akan tumbuh jika masyarakat juga merasakan manfaat dari keikutsertaannya dalam program sekolah. Prinsip menumbuhkan hubungan dengan masyarakat adalah saling memberikan kepuasan.
Cara Melakukan Komunikasi yang Efektif dengan Masyarakat di Sekitar Sekolah
Mengidentifikasi orang-orang kunci, yaitu orang-orang yang mampu mempengaruhi anggota masyarakat yang lain.
Melibatkan orang-orang kunci tersebut dalam kegiatan sekolah, khususnya yang sesuai dengan minatnya.
Memilih saat yang tepat.
Cara Menumbuhkan Minat Masyarakat untuk Terlibat ada Program Sekolah
o Melaksanakan program-program kemasyarakatan, misal kebersihan lingkungan.
o Mengadakan open house, memberi kesempatan masyarakat luas untuk mengetahui program dan kegiatan sekolah yang direncanakan atau yang telah dijalankan.
o Mengundang tokoh untuk menjadi pembicara atau Pembina suatu program sekolah.
o Membuat program kerjasama sekolah dengan masyarakat.
Cara Mengendalikan Tokoh atau Masyarakat yang Memiliki Keinginan Tertentu agar Program Sekolah Sama dengan Keinginannya
• Sekolah perlu menghargai setiap gagasan, tapi tidak harus menuruti jika tidak sesuai dengan program induk sekolah.
• Bila ada tokoh kritis dan bersikeras, perlu dipikirkan seberapa penting peran yang bersangkutan dalam pengembangan sekolah.
• Bila terjadi konflik, pimpinan sekolah harus mengambil posisi netral.
Pengembangan hubungan sekolah dengan masyarakat juga harus diprogramkan dan dievaluasi secara berkala, sebaiknya melibatkan orang tua siswa dan tokoh di sekitar sekolah.
Penggalangan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat hanya mungkin dilakukan apabila sekolah dan kegiatannya dipahami oleh masyarakat.
Human relation mempunyai makna amat penting di sekolah, bahkan merupakan suatu syarat bagi seseorang dalam berkomunikasi. Human relation adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain yang menghasilkan keputusan.
Permasalahannya, bagaimana upaya pimpinan sekolah supaya bias memuaskan sekian banyak orang dalam situasi yang cepat berubah. Perubahan kebijakan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, kemajuan iptek yang akan berdampak pada kurikulum, perkembangan demokrasi yang harus diterapkan dalam pengelolaan pendidikan dan sebagainya.
Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
Dalam mengelola hubungan sekolah dengan masyarakat, ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan oleh sekolah, diantaranya:
Melakukan pendekatan komunikasi yang efektif dengan masyarakat di sekitar sekolah untuk membangun komunikasi, dengan cara:
Mengidentifikasi orang-orang kunci.
Melibatkan orang-orang kunci dalam kegiatan sekolah.
Memilih saat yang tepat.
Menumbuhkan minat masyarakat untuk terlibat dalam program sekolah, dengan cara:
Melaksanakan program kemasyarakatan.
Mengadakan open house yang memberi kesempatan kepada masyarakat luas untuk mengetahuin program sekolah yang telah dilaksanakan.
Mengundang tokoh untuk menjadi pembicara atau Pembina program kegiatan sekolah.
Membuat program kerjasama sekolah dengan masyarakat.
Kepala Sekolah menyampaikan informasi tentang kegiatan sekolah kepada masyarakat yang membutuhkan, dengan cara:
Melalui selebaran dan bulletin.
Rapat, seminar, lokakarya, sarasehan, dan penyuluhan.
Kontak pribadi.
Kegiatan publikasi melalui radio, televise, dan surat kabar.
Melalui pidato.
Mengadakan pameran seni.
Open day.
Menggunakan internet-homepage.
Karya wisata.
Melalui siswa, guru, dan pegawai.
Olah raga bersama.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan kepala sekolah enggan melibatkan masyarakat dalam kegiatan sekolah. Hal-hal yang menimbulkan konflik antara sekolah dengan masyarakat, antara lain:
• Masalah perubahan.
• Pandangan sempit.
• Tekanan dari luar.
• Persaingan antar kelompok dalam masyarakat.
• Latar belakang guru.
• Hak-hak guru.
• Krisis kepercayaan,
• Pelaksanaan yang kurang wajar dari sekolah terhadap siswa.
Ada beberapa gagasan untuk meningkatkan hubungan hak antara sekolah dengan masyarakat, yaitu menerapkan Wawasan Wiyata Mandala, antara lain:
o Mendorong murid berperan dalam kehidupan sosial.
o Fasilitas sekolah dapat dimanfaatkan masyarakat.
o Selalu menyampaikan informasi penting tentang sekolah kepada masyarakat melalui bazar amal, bakti sosial, idul qurban, zakat fitrah, dan lain-lain.
o Kepala sekolah, staf, dan para siswa melayani tamu dengan hati yang sejuk.
o Sekolah tidak melibatkan diri dalam politik, selalu netral, tidak memihak serta teguh pendiriannya dalam mengikuti peraturan dinas dan hukum.
o Hendaknya hubungan sekolah dengan masyarakat tersebut dilandasi dengan cinta kasih dan ikhlas.
BAB VI
MANAJEMEN KONFLIK
Untuk mencapai tujuan pendidikan sering dijumpai banyak hambatan, baik besar maupun kecil yang semuanya meminta perhatian. Salah satu bentuk hambatan itu adalah konflik. Jenis konflik interpersonal, inter-kelompok, dan struktural lebih sering dijumpai pada administrator pendidikan di tingkat bawah atau tingkat menengah. Ada jenis konflik lain yang tidak kurang pentingnya diperhatikan oleh administrator, konflik itu adalah konflik intrapersonal dan konflik intra organisasi. Konflik intrapersonal biasanya dialami oleh administrator dalam pengambilan keputusan.
Konflik tujuan biasanya terjadi dalam suatu tujuan tertentu terkandung baik aspek positif maupun negatif. Ada tiga jenis konflik tujuan:
Konflik ya-ya (approach approach conflict)
Bila ingin memperoleh dua macam tujuan positif yang saling berdiri sendiri.
Konfl ya-tidak (approach-a voidance conflict)
Terjadi apabila terdapat suatu tujuan, tetapi didalamnya terdapat dua aspek yang bertentangan, yakni positif dan negatif.
Konflik tidak-tidak (a voidance-a voidance conflict)
Bila ingin membebaskan diri dan dua jenis tujuan negative dan saling berdiri sendiri.
Konflik peran (role conflict) terjadi bila dalam waktu bersamaan dua macam peran minta diperlakukan sama. Ada empat macam konflik peran, yakni:
Konflik peran diri (person-role).
Konflik antara peran (inter-role).
Konflik antarpengirim pesan (intersender).
Konflik dalam diri pengirim pesan (intrasender).
Konflik peran diri (person-role) terjadi bila tuntutan peran bertentangan dengan kebutuhan, nilai-nilai atau kemampuan pemegang peran.
Konflik antara peran (inter-role) terjadi pada diri seseorang yang secara serentak berperan pada beberapa organisasi.
Konflik antara pengirim pesan (intersender) dirasakan oleh seseorang yang menerima sejumlah harapan yang berbeda atau bahkan berlawanan dari sejumlah pengirim pesan.
Konflik dalam diri pengirim pesan (intrasender) muncul bila seseorang memberikan petunjuk untuk melakukan sesuatu yang berlawanan antara satu dan lainnya.
Sumber konflk antara perorangan (interpersonal) sama dengan sumber konflik antara kelompok (intergroup). Konflik bisa muncul bila terdapat:
Perbedaan tujuan/nilai-nilai.
Perbedaan persepsi tentang realita.
Keinginan yang sama terhadap hal-hal yang langka.
Kemauan yang mengatur diri sendiri (autonomy).
Menurut pengamatan March dan Simon konflik tujuan lebih banyak kemungkinannya terjadi dalam organisasi yang:
Jumlah stafnya sangat besar.
Stafnya terdiri atas para ahli dari berbagai bidang yang sangat berbeda.
Bergerak di bidang penelitian atau pelayanan (service) sebagai kebalikan dari bidang produksi.
Konflik yang timbul karena adanya struktur formal disebut konflik struktural. Secara formal organisasi terdiri atas tiga tingkat, yaitu:
a) Tingkat tertinggi, disebut tingkat strategis.
b) Tingkat menengah, disebut tingkat koordinatif.
c) Tingkat bawah, disebut tingkat operasional.
Dalam organisasi yang kompleks, konflik lebih banyak dijumpai pada empat bidang struktural. Pada keempat bidang itu muncul masing-masing:
Konflik hirarki
(konflik antara kepala sekolah dengan kepala kantor departemen pendidikan).
Konflik fungsional
(konflik antara bagian akademik dan bagian administrasi).
Konflik staf pembantu dan staf utama
(konflik antara kepala sekolah dan koordinator bidang studi).
Konflik informal-formal
(konflik antara ukuran yang dipakai oleh kelompok informal guru-guru tentang partisipasi pada penataran dengan tuntutan atasan).
Nilai negatif konflik, antara lain:
1) Menyebabkan timbulnya perasaan “tidak enak” sehingga menghambat komunikasi.
2) Membawa organisasi kearah disintegrasi.
3) Menghalangi kooperasi, antara individu dan subsistem organisasi.
4) Memindahkan perhatian anggota dari tujuan organisasi.
Nilai positif konflik mencakup:
1) Memungkinkan ketidakpastian dalam organisasi dalam organisasi yang tersembunyi muncul di permukaan sehingga organisasi dapat mengadakan penyesuaian untuk mengatasinya.
2) Memungkinkan timbulnya norma-norma baru untuk menyempurnakan norma lama.
3) Dapat mengukur struktur kekuasaan yang ada pada organisasi.
4) Memperkuat ciri kelompok sehingga kelompok memiliki identitas yang pasti.
5) Menyatukan komponen yang tadinya terpisah-pisah.
6) Merangsang usaha mengatasi stagnasi (Soetopo,2004).
Beberapa faktor yang mempengaruhi konflik, antara lain:
Ciri umum pihak-pihak yang berkonflik.
Hubungan pihak-pihak yang berkonflik sebelum terjadi konflik.
Sifat masalah yang menimbulkan konflik.
Lingkungan sosial di tempat konflik terjadi.
Kepentingan pihak-pihak yang berkonflik.
Strategi yang biasa digunakan oleh pihak-pihak yang berkonflik.
Konsekuensi konflik terhadap yang berkonflik dan terhadap pihak lain.
Menurut Pondy konflik itu berawal dari apa yang disebutnya dengan konflik laten.
Konflik sadar (perceived conflict)
Mulai ada sesuatu yang disadari sebagai ancaman terhadap sistem nilai.
Konflik rasa (feel conflict)
Mulai mengganggu karena dirasakan sebagai suatu ancaman.
Konflik nyata (manifest conflict)
Apa yang dicemaskan sebelumnya memang terjadi.
Setelah berlangsung selama beberapa lama konflik yang telah menjadi kenyataan itu diakhiri dengan panantuan (resolved) atau dengan memendamnya (suppressed).Akhirnya, konflik akhir (aftermatch conflict).
Menurut Robbins , konflik adalah suatu proses yang terdiri atas empat tahap, yaitu:
Tahap I oposisi potensial, ditandai oleh kondisi yang diperlukan untuk lahirnya konflik.
Tahap II kognisi dan personalisasi, ditandai oleh munculnya kesadaran dan perasaan adanya konflik.
Tahap III perilaku, dtandai oleh meletusnya konflik secara terbuka.
Tahap IV hasil, ditandai oleh berakhirnya konflik dalam bentuk perhitungan laba-rugi (functional dysfunctiona).
Lima alternatif penyelesaian konflik:
a. Kompetisi atau pemaksaan
Ancaman menang kalah.
b. Penghindaran diri (avoidence)
Konflik berakhir begitu saja.
c. Kompromi
Dengan kompromi maka konflik berakhir.
d. Penyesuaian diri (akomodasi)
Kerelaan salah satu pihak untuk menyerah kepada yang lain.
e. Kolaborasi
Mencarikan solusi baru sebagai ganti dari alternative yang dipertahankan oleh masing-masing pihak.
Konflik timbul karena ada ketidakcocokan. Akibat yang ditimbulkan bisa negatif, tetapi adakalanya juga positif. Sumbernya banyak sekali, seperti dalam diri sendiri, antara seorang dengan yang lain, antara seorang dengan orang lain, antara satu kelompok dengan kelompok lain, antara seseorang dengan kelompok, antara kelompok dengan organisasi, antara satu satuan dengan satuan yang lain, yang secara hiererkial dalam organisasi, dan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Konflik mungkin juga bersumber dari frustasi yang mengakibatkan timbulnya perilaku agresif, rasionalisasi, kompensasi, dan regresi. Konflik juga bersumber dari tujuan disamping dari peran yang berlawanan. Konflik tujuan lebih banyak dijumpai pada organisasi yang besar, yang mempunyai banyak staf ahli dari berbagai bidang dan yang bertujuan untuk keperluan penelitian atau pelayanan. Masalah sumber yang terbatas, pelanggaran otonomi seseorang, struktur formal dalam organisasi, dan kompleksnya organisasi merupakan sumber lain yang menimbulkan konflik. Konflik berkembang menurut proses tertentu. Pada proses terakhir diselesaikan dalam bentuk-bentuk, seperti kompetisi, penghindaran diri, kompromi, dan kolaborasi.
Konflik, prosesnya dimulai jika satu pihak merasa bahwa pihak lain telah menghalangi atau akan menghalangi sesuatu yang ada kaitannya dengan dirinya, “atau hanya jka ada kegiatan yang tidak cocok” dan dirasakan oleh pihak-pihak yang berhubungan dengan dirinya.
Hubungan konflik dan keefektifan organisasi adalah konflik meningkatkan keefektifan organisasi dengan merangsang perubahan dan memperbaki proses pengambilan keputusan.
Pendekatan tradisional menyamakan konflik dengan istilah seperti kekerasan, kehancuran, dan irasional.
Dalam pendekatan interactionist tidak mengatakan bahwa semua konflik adalah fungsional. Seperti pada pandangan tradisional, manajemen harus berusaha mengurangi konflik tersebut. Secara tidak langsung, pandangan interactionist mengatakan adanya peran yang lebih luas dari manajer dalam menghadapi konflik dibandingkan pandangan tradisional. Semakin banyak penelitian penelitian yang membuktikan mengenai nilai konflik, tetapi kebanyakan manajer harus masih mengikuti pendekatan tradisional. Oleh karena itu, pandangan interactionist bersifat preskriptis, bukan deskriptif.
Amerika serikat membantu perkembangan lebih lanjut dari kesan antikonflik dengan mengembangkan suatu rasa bangga nasional sebagai bangsa yang cinta damai. Kita hidup dalam sebuah masyarakat yang dibangun atas nilai-nilai antikonflik. Orang tua di rumah, guru, dan para pengurus sekolah, ajaran agama, dan orang yang berkuasa dalam kelompok-kelompok sosial semuanya secara tradisionl memperkuat kepercayaan bahwa kesepakatan akan menularkan ketidakpuasan.
Tujuan dari manajemen bukanlah harmoni dan kerja sama, melainkan pencapaian tujuan yang efektif, penghapus dari konflik tidaklah realistis pada organisasi yang kompleks, walaupun penghapusan tersebut diperlukan.
Pada hakikatnya hubungan antara saling ketergantungan pekerjaan pada konflik bersifat tidak langsung. Interaksi dapat menimbulkan hubungan yang saling bersahabat dan kooperatif. Bila ada riwayat pertentangan antara unit-unit itu, maka saling ketergantungan pekerjaan justru akan memperkuat hal tersebut.
Potensi konflik pada ketergantungan pekerjaan satu arah mempunyai arti yang lebih penting jika kita mengetahui bahwa ia jauh lebih sering terdapat pada organisasi daripada kesalingketergantungan.
Semakin besar perbedaan yang terdapat diantara unit, semakin besar pula kemungkinan timbulnya konflik. Jika unit-unit dalam organisasi amat diferensiasi, maka tugas yang dilakukan masing-masing unit dan sublingkungan yang ditangani oleh masing-masing subunit cenderung tidak sama. Hal ini, pada gilirannya akan mengakibatkan terjadinya perbedaan internal yang cukup besar diantara unit-unit.
Peraturan mengurangi konflik dengan mengurangi kedwiartian. Formalisasi yang tinggi membangun cara-cara yang distandarisasi bagi unit-unit untuk saling bergaul. Penetapan mengenai peran harus jelas sehingga para anggota unit tersebut mengetahui apa yang diharapkan dari yang lain.
Potensi konflik dipertinggi jika dua unit atau lebih bergantung pada pool sumber yang langka, seperti ruang gerak fisik, peralatan, dana operasi, alokasi anggaran modal atau jasa-jasa staf yang disentralisasi, seperti pool untuk mengetik.
Semakin banyak evaluasi dan imbalan manajemen yang menekankan prestasi setiap departemen secara terpisah-pisah daripada secara gabungan, maka semakin besar pula konfliknya. Bukti ini dapat kita lihat pada organisasi sepanjang waktu.
Pada kenyataannya bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan secara bersama dapat terlaksana jika mereka yang akan terkena oleh suatu keputusan diikutsertakan dalam badan yang mengambil keputusan akan mendorong terjadinya konflik. Proses partisipatif member kesempatan yang lebih besar untuk mengutarakan perselisihan yang ada dan untuk menimbulkan kesempatan.
Dengan semakin heterogennya anggota menyebabkan semakin kecil kemungkinan mereka bekerja secara tenang dan bersama-sama. Telah ditemukan bukti bahwa ketidaksamaan para individu, seperti latar belakang, nilai-nilai, pendidikan, umur, dan pola-pola sosial akan lebih mengurangi kemungkinan hubungan antarpribadi antara wakil-wakil unit. Pada gilirannya, heterogenitas akan mengurangi jumlah kerja sama antara masing-masing unit.
Konflik terstimulasi jika terjadi ketidaksesuaian dalam penilaian status atau karena adanya perubahan dalam hierarki status. Misalnya, peningkatan konflik ditemukan jika tingkat status pribadi atau bagaimana orang melihat pribadinya sendiri dan tingkat dari perwakilan dari departemen berbeda dalam urutan tingkatan dimensi status.
Yang dekat dengan ketidaksesuaian status adalah ketidakpuasan peran. Ketidakpuasan peran dapat berasal dari berbagai sumber. Salah satu diantaranya adalah ketidakpuasan status. Jika seorang merasa bahwa ia berhak mendapatkan promosi untuk mencerminkan rekor keberhasilannya, maka ia menderita ketidakpuasan peran maupun ketidaksesuaian status yang dipersepsikan.
Salah satu sumber konflik yang sering dikemukakan adalah kesukaran dalam komunikasi. Kasus yang jelas adalah komunikasi vertikal. Apabila kesukaran tersebut diteruskan ke atas dan ke bawah dalam hierarki itu akan peka terhadap kedwiartian dan distorsi. Akan tetapi, distorsi juga terjadi pada tingkat horizontal. Komunikasi yang berbeda-beda dapat menjadi sumber konflik, komunikasi yang tidak cukup atau yang tidak jelas dapat menstimulasi konflik. Demikian juga halnya informasi yang sempurna atau komplet.
Tujuan superordinate adalah tujuan bersama yang dianut oleh dua unit atau lebih yang memaksakan dan sangatmenarik dan yang tidak dapat dicapai dengan sumber-sumber dari unit mana saja secara terpisah. Bukti-bukti mendukung bahwa tujuan superordinate jika digunakan secara kumulatif akan mengembangkan potensi “untuk berdamai” dalam jangka panjang. Dengan demikian, memperkuat ketergantungan dan mengembangkan kerja sama.
Jika saling ketergantungan mutual dan satu arah menciptakan konflik, maka pengurangan saling ketergantungan tersebut harus dianggap sebagai sesuatu kemungkinan jalan keluar.
Jika konflik timbul karena kelangkaan sumber daya, maka cara termudah untuk memecahkan konfrontasi tersebut dan satu-satunya yang paling memuaskan pihak-pihak yang berkonflik adalah melalui perluasan sumber daya yang tersedia.
Pemecahan masalah secara bersama telah dinyatakan sebagai metode yang paling sehat untuk memecahkan konflik antarkelompok. Tehnik ini membutuhkan pihak-pihak yang berkonflik untuk saling bertemu dan mencari penyebab yang menjadi dasar konflik mereka dan bertanggung jawab bersama untuk keberhasilan resolusinya. Tujuannya adalah untuk memecahkan masalah tersebut bukan sekedar menyesuaikan berbagai pandangan yang ada.
Pemecahan konflik dapat ditangani dengan menciptakan saluran formal agar keluhan didengar dan ditanggapi. Jika seorang pegawai atau sekelompok pegawai percaya bahwa mereka telah dibahayakan oleh tindakan seorang atasan atau seorang teman kerja, system ini banding memberikan hak untuk meminta perbaikan secara formal. Permohonan tersebut ditujukan kepada atasan dan seorang atasan, seorang eksekutif yang beberapa tingkat lebih tinggi dalam organisasi, atau seseorang penengah dari pihak ketiga.
Jika segala sesuatu berkedudukan setara, maka semakin banyak orang berinteraksi. Jadi, semakin besar kemungkinan mereka menemukan kepentingan dan ikatan yang sama sehingga dapat memudahkan kerja sama.
Jika pemisahan evaluasi dan imbalan dianggap dapat menciptakan konflik sudah seharusnya manajemen mempertimbangkan ukuran prestasi dari yang mengevaluasi dan member imbalan kepada unit-unit yang bekerja sama.
Satu usul terakhir untuk memecahkan konflik, yakni agar salah satu unit yang berkonflik memperluas batas-batasnya dan menyerap sumber permasalahan.
Pandangan interactionist mengakui bahwa konflik setiap saat dapat terlalu rendah maupun terlalu tinggi. Bila konflik terlalu rendah, manajer harus menstimulasi oposisi untuk menciptakan konflik yang fungsional.
BAB VII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Masalah adalah perbedaan antara harapan dan kenyataan. Terdapat tahapan dalam memecahkan masalah di sekolah, yaitu:
1. Mengidentifikasi masalah apa saja yang terjadi di sekolah.
2. Buat prioritas yang akan dipecahkan lebih dahulu.
3. Analisis untuk menemukan penyebab dari masalah tersebut.
4. Tentukan target yang ingin dicapai dalam pemecahan tersebut.
5. Susun beberapa alternatf untuk mencapainya.
6. Pilih salah satu alternatif yang terbaik.
7. Laksanakan alternatif yang terpilih tersebut.
Kriteria alternatif yang baik, antara lain:
• Lebih cepat dilihat dari segi waktu.
• Lebih ringan ditinjau dari segi tenaga.
• Lebih murah ditinjau dari segi biaya dan bahan yang diperlukan.
• Lebih mudah ditinjau dari segi keahlian yang diperlukan.
• Dapat dilaksanakan sesuai dengan tenaga, dana, dan sarana yang tersedia.
• Tidak bertentangan dengan peraturan dan norma yang berlaku.
Cara mengupayakan agar pilihan alternatif yang diambil dapat berjalan seperti yang diharapkan:
o Sosialisasikan keputusan/pilihan alternatif tersebut kepada semua pihak yang terkait.
o Cari dukungan pihak-pihak penentu kebijakan dan tokoh informal.
o Laksanakan dengan konsisten.
o Beri contoh bagaimana melibatkan dan dengarkan masukan untuk penyempurnaan.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai reaksi terhadap suatu masalah. Masalah timbul karena adanya perbedaan antara keadaan yang sedang berjalan dengan keadaan yang sedang berjalan dengan keadaan yang diinginkan yang memerlukan tindakan pertimbangan terhadap alternatif yang ada.
Model pengambilan keputusan optimasi yaitu suatu model pengambilan keputusan yang menguraikan bagaimana individu seharusnya berperilaku agar memaksimalkan suatu hasil.
Langkah-langkah model optimasi:
Langkah kebutuhan akan suatu keputusan.
Menentukan kriteria yang diputuskan.
Menentukan kriteria yang berbobot.
Mengembangkan alternatif.
Menilai beberapa alternatif.
Cara mengupayakan agar pilihan alternatif yang diambil dapat berjalan seperti yang diharapkan:
Sosialisasikan keputusan/pilihan alternatif kepada semua pihak yang terkait.
Cari dukungan pihak-pihak penentu kebijakann dan tokoh informal.
Laksanakan dengan konsisten.
Beri contoh bagaimana melibatkan dan dengarkan masukan untuk penyempurnaan,
Model pengambilan keputusan optimasi yaitu suatu model pengambilan keputusan yang menguraikan bagaimana individu-individu seharusnya berperilaku agar memaksimalkan suatu hasil.
Langkah-langkah model optimasi:
Lakukan kebutuhan akan suatu keputusan.
Menentukan kriteria yang diputuskan.
Menentukan criteria yang berbobot.
Mengembangkan alternatif.
Menilai beberapa alternatif.
Memilih alternatif.
Asumsi model optimasi secara tepat menggambarkan pengambilan keputusan oleh individu secara nyata. Model optimasi mengasumsikan bahwa tidak ada perbedaan atas semua tujuan. Tujuannya menentukan pilihan. Pilihan harus memberikan hasil yang maksimum:
Mengetahui semua pilihan.
Adanya pilihan yang jelas.
Adanya pilihan yang tetap.
Pilihan akhir memberikan hasil yang maksimum.
Ramalan menurut model optimasi.
Model-model pengambilan keputusan:
Model satisficing/kepuasan.
Model keunggulan implisit.
Model intuitif.
Pengambilan keputusan yang etis merupakan suatu kriteria yang penting dalam pengambilan keputusan:
Kriteria manfaat.
Kriteria berfokus pada hak.
Kriteria berfokus pada keadilan.
Ada tiga macam model pengambilan keputusan, yakni:
Model kalkulatif
Ini adalah model yang paling banyak diajarkan dan diketahui. Pengambilan keputusan kalkulatif bersifat purposive, yakni mempunyai pedoman untuk menentukan apa yang harus dilakukan, meneliti segala alternatif yang mungkin, menimbang baik buruk setiap alternatif dan memilih alternatif yang paling banyak diperkirakan memberikan keuntungan tetapi paling sedikit waktu, tenaga, dan biaya yang diperlukan.
Model Simon
Adalah model kepuasan minimal (satisficing)
Model Stufflebeam
Atau model kontinjensi (contingency) yakni keputusan dilakukan sesuai dengan kondisi-kondisi tertentu.
BAB VIII
EVALUASI KEPEMIMPINAN DALAM PENDIDIKAN
Secara sederhana dapat dirumuskan bahwa evaluasi adalah sebagai suatu usaha untuk mengetahui sampai dimana suatu pekerjaan sudah dapat dilaksanakan atau sampai dimana suatu pekerjaan sudah dapat dilaksanakan atau sampai dimana suatu tujuan telah tercapai.
Peranan Evaluasi dalam Kepemimpinan Pendidikan adalah sebagai pengukur kemajuan, sebagai alat “planning” dan sebagai alat perbaikan.
Evaluasi kepemimpinan pendidikan menitikberatkan pada unsure manusia atau orang yang bertanggung jawab dan memimpin kegiatan di sekolah.
Guru sebagai pelaksana program pendidikan dapat dievaluasi mengenai
Keahliannya dalam bidang profesi dan kecakapan menggunakan ilmu-ilmu tentang pendidikan/pengajaran di dalam tugasnya.
Sikapnya, sebagai anggota suatu kelompok, terhadap anak didik, terhadap sesame guru dan pimpinan, dan terhadap tugasnya.
Segi-segi kepribadiannya.
Kepala sekolah sebagai leader dapat dinilai mengenai:
Segi-segi kepemimpinannya.
Sikapnya, baik kedalam maupun keluar.
Segi-segi kepribadiannya.
Cara-cara yang dapat ditempuh kepala sekolah dalam membantu guru-guru menilai pekerjaannya:
Kepala sekolah dapat melakukan kunjungan kelas ketika guru sedang mengajar.
Mendorong guru-guru untuk memberanikan diri melakukan penilaian diri sendiri (self evaluation).
Mendorong guru-guru untuk memberanikan dirinya meminta penilaian dari murid-muridnya.
Penilaian dilakukan oleh kawan-kawan guru sendiri sesudah dilakukan kunjungan (visitation).
Pekerjaan Kepala Sekolah sebagai Pemimpin Pendidikan dapat dinilai dengan cara:
Kepala Sekolah melakukan penilaian diri sendiri (self evaluation) dengan menggunakan self evaluation checklist.
Penilaian dapat dilakukan oleh atasan kepala sekolah (penilik atau pengawas sekolah).
Bila kepala sekolah berkenan, guru-guru juga dapat diminta untuk menilai kepala sekolahnya.
Banyak instrument yang digunakan untuk mengukur efektifitas kepemimpinan kepa;a sekolah. Tujuh komponen tuas kepala seolah yang mendapatkan perhatian, yaitu kepala sekolah sebagai:
pendidik (educator).
Manajer (manager).
Pengelola administrasi (administrator.
Penyelia (supervisor).
Pemimpin (leader).
Pembaharu (innovator).
Pendorong (motivator)
BAB IX
ANGGARAN PENDIDIKAN
Setelah mengalami kajian yang mendalam maka diketahui bahwa mutu pendidikan di Indonesia masih tergolong relatif rendah. Ada keterkaitan antara pembiayaan pendidikan dengan mutu dan pemerataan pendidikan. Biaya pendidikan mengkaji tentang biaya langsung dan biaya tidak langsung sebagaimana bentuk modal lainnya (seperti material, uang, mesin, dan lain-lainnya). Sumberdaya manusia sebagai modal dianggap paling menentukan terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori human capital merupakan suatu aliran pemikiran yang menganggap manusia suatu modal, sebagaimana bentuk modal lainnya (seperti material, uang, mesin, dan lain-lainnya). Pembiayaan pendidikan merupakan salah satu faktor yang memiliki sumbangan berarti pada mutu pendidikan.
Dilihat dari besarnya biaya langsung dan tidak langsung, pola yang dapat ditemukan adalah orang tua harus menyediakan uang yang lebih banyak untuk membiayai anaknya yang bersekolah di swasta daripada di sekolah negeri dan menyediakan lebih banyak uang untuk biaya langsung daripada biaya tidak langsung. Anggaran pendidikan,sangat penting menentukan strategi dalam penyusunan anggaran pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan biaya pendidikan yang diperlukan. Komite sekolah sebaiknya sejak awal dilibatkan dalam perencanaan sehingga dapat memahami betul tentang kebutuhan komponen apa saja yang harus dibiayai. Penggunaan uang sumbangan orang tua atau komite sekolah sebaiknya digunakan untuk membiayai kegiatan belajar mengajar.Pengawas sebaiknya bersikap proaktif, memperhatikan norma administratif yang bersifat kuantitatif dan segi kiuantitatifnya sehingga faktor akuntabilitas bisa terpenuhi.
Jika pembuatan rencana anggaran tidak menggunakan strategi akan sulit bagi sekolah untuk mengadakan pembaruan atau inovasi dalam prose belajar mengajar.Bila sekolah ingin memperoleh hasil yang diharapkan maka sekolah harus didukung oleh dana yang cukup. Bila sekolah ingin mendapat dukungan dari masyarakat, maka sekolah harus member pertanggungjawaban.
Pendidikan sangat penting dalam meningkatkan sumber daya manusia, sehingga pendidikan harus mendapat anggaran dan pendanaan secara proporsional. Salah satu alasan rendahnya partisipasi pendidikan, khususnya pada kelompok miskin adalah tingginya biaya pendidikan baik biaya langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung, diantaranya adalah iuran sekolah, buku, seragam,dan alat sekolah. Biaya tidak langsung antara lain, biaya transportasi, kursus, uang saku, dan biaya lain-lain di luar biaya langsung.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ditujukan untuk memberikan bantuan pada sekolah dalam rangka membebaskan iuran siswa, tetapi sekolah tetap mempertahankan mutu pelayanan pendidikan kepada masyarakat. Bantuan Operasional Sekolah yang langsung dikelola oleh sekolah meliputi biaya pendaftaran, iuran bulanan sekolah, biaya ujian, bahan dan biaya praktek. Biaya tersebut tidak termasuk biaya investasi, seperti penyediaan sarana dan prasarana sekolah, gaji guru, dan tenaga kependidikan lainnya serta biaya untuk peningkatan mutu guru.
Supaya program dapat berjalan lancar dan transparan maka monitoring, supervise dan evaluasi perlu dilakukan secara efektif dan terpadu. Tujuannya adalah untuk meyakinkan dana diterima oleh yang berhak dalam jumlah waktu, cara, dan penggunaan yang tepat.
BAB X
AKUNTABILITAS PENDIDIKAN
Akuntabilitas diterapkan pada semua aspek pendidikan, yakni mulai dari penyusunan program pengajaran sampai pada pengelolaan lembaga pendidikan. Akuntabilitas pendidikan secara sederhana dapat diartikasn sebagai pertanggungjawaban atas keberhasilan proses belajar dan perkembangan peserta didik dalam mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam penyusunan pelaporan akuntabilitas yang tidak kalah pentingnya adalah apabila ada satu program yang gagal, maka perlu juga dilaporkan dan sekaligus memberikan penjelasan mengapa sampai gagal. Ada tiga jenis akuntabilitas yaitu akuntabilitas keberhasilan, professional, dan system (Depdikbud,1983/1984).
Konsepsi akuntabilitas tidak menghendaki adanya penyimpangan-penyimpangan dalam usaha pendidikan, baik penyimpangan yang disengaja maupun tidak disengaja. Pelaku dapat dituntut berdasarkan peraturan yang berlaku jika terjadi penyimpangan. Suatu tindakan dalam bidang pendidikan dianggap menyimpang kalau tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi kepentingan orang lain dan/atau kepentingan umum, baik secara moril maupun materiil.
Kepala sekolah mempunyai peranan dan posisi yang sangat strategis di sekolahnya. Oleh karena ia bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan sekolah. Kepala sekolah mempunyai tugas yang sangat penting bagi berlangsungnya proses belajar mengajar di sekolah. Kepala sekolah wajib melaksanakan penyelenggaraan sekolah secara terbuka dan betanggungjawab terhadap mutu pendidikan pada pihak terkait, seperti siswa, orang tua, pemerintah, masyarakat, dan pasar atau pengguna jasa pendidikan lainnya (Mastuhu, 2003).
Komite sekolah diharapkan mau bekerjasama dengan kepala sekolah sebagai partner untuk mengembangkan kualitas sekolah dengan ,menggunakan konsep manajemen brbasis sekolah dan masyarakat yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Komite sekolah dapat merinci perubahan-perubahan di sekolah di dalam peningkatan pembelajaran, guru, dan kesejahteraannya, fasilitas sekolah yang lebih baik dan perbaikan lingkungan fisik.
Desentralisasi pendidikan di tingkat sekolah merupakan satu bentuk desentralisasi yang langsung sampai ke ujung tombak pendidikan di lapangan, bila kantor cabang dinas pendidikan kecamatan dan dinas pendidikan kabupaten/kota lebih memilki peran sebagai fasilitator dalam proses pembinaan, pengarahan, pemantauan dan penilaian, maka sekolah seharusnya diberikan peran nyata dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan.
Sekolah yang efektif (Depdiknas, 2000) mempunyai sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:
a) Proses belajar mengajar yang efektifitasnya tinggi.
b) Kepemimpinan sekolah yang kuat.
c) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib.
d) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
e) Sekolah memiliki budaya mutu.
f) Sekolah memiliki “Teamwork” yang kompak, cerdas, dan dinamis.
g) Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian).
h) Partisipasi yang tinggi dari warga dan masyarakat.
i) Sekolah memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen.
j) Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik).
k) Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
l) Sekolah responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan.
m) Memiliki komunikasi yang baik.
n) Sekolah memiliki akuntabilitas.
o) Sekolah memiliki kemampuan manajemen sustainabilitas.
BAB XI
KEPALA SEKOLAH DAN MPMBS
Peran kepala sekolah dalam era MPMBS adalah sebagai berikut:
1) Memiliki masukan manajemen yang lengkap dan jelas yang ditampilkan oleh kelengkapan adminstrasi serta kejelasan dalam tugas.
2) Memahami, menghayati, dan melaksanakan perannya.
3) Mampu menciptakan tantangan kinerjanya.
4) Menciptakan team work kompak/kohesif dan cerdas, serta menciptakan koneksi dan kesalingketergantungan antarfungsi dan antarwarganya.
5) Mampu menciptakan situasi dan menumbuhkan kreativitas dan memberikan peluang kepada warganya untuk melakukan eksperimentasi.
6) Mampu dan sanggup menciptakan sekolah sebagai tempat belajar.
7) Mampu dan mempunyai kesanggupan untuk melaksanakan manajemen berbasis sekolah.
8) Mampu memutuskan perhatian terhadap pengelolaan proses belajar mengajar sebagai kegiatan utamanya karena kegiatasn lainnya dipandang sebagai kegiatan pendukung/penunjang proses belajar mengajar.
9) Sanggup dan mampu memberdayakan sekolahnmya, terutama sumberdaya manusia melalui kewenangan, keluwesan, dan kemandirian.
Kinerja artinya “prestasi yang diperhatikan”. Kinerja dapat diartikan sebagai kemampuan kerja yang dilihat dari tingkat pencapaian atau penyelesaian tugas yang menjadi tanggungjawabnya, apakah sudah sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja kepala sekolah, antara lain lingkungan, perilaku manajemen, desain jabatan, penilaian kinerja, umpan balik, dan administrasi.
Dalam penyusunan rencana dan program pengembangan sekolah yang bernuansa MPMBS harus tergambar jelas:
1) Visi.
2) Misi.
3) Tujuan pengembangan sekolah.
4) Tantangan nyata,
5) Sasaran pengembangan sekolah.
6) Identifikasi fungsi-fungsi yang berperan.
7) Analisis SWOT.
8) Identifikasi alternative.
9) Rencana dan program yang dikembangkan dari alternatof terpilih.
Dalam penyusunan program dan rencana pengembangan sekolah tergambar jelas dan dilakukan secara berurutan yang dimulai dari:
a) Merumuskan visi sekolah.
b) Menyusun misi sekolah.
c) Merumuskan tujuan sekolah.
d) Menganalisis tantangan nyata.
e) Menentukan sasaran sekolah.
f) Mengidentifikasi fungsi-fungsi.melakukan analisis SWOT.
g) Mengambil alternative pemecahan masalah.
Anggaran merupakan rencana yang diformulasikan dalam bentuk rupiah untuk jangka waktu tertentu (periode), serta alokasi sumber-sumber kepada setiap bagian aktivitas. Anggaran memiliki peran penting dalam perencanaan, pengendalian, dan evaluasi aktivitas, yang dilakukan oleh sekolah.
Fungsi dasar suatu anggaran adalah sebagai bentuk perencanaan, alat pengendali, dan alat analisis. Supaya fungsi-fungsi itu dapat berjalan, maka jumlah yang dicantumkan dalam anggaran adalah yang diperkirakan akan direalisasikan pada saat pelaksanaan kegiatan, jumlah tersebut diupayakan agar mendekati angka yang sebenarnya, termasuk didalamnya adalah perhitungan pajak-pajak yang menjadi kewajiban sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pengambilan keputusan partisipatif adalah suatu cara untuk mengambil keputusan melalui penciptaan lingkungan yang terbuka dan demokratis yang melibatkan warga sekolah (stakeholders) yaitu guru, siswa, karyawan, orang tua siswa dan komite sekolah. Bila dilibatkan dalam pengambilan keputusan, maka yang bersangkutan ada “rasa memiliki” terhadap keputusan tersebut sehingga yang bersangkutan juga akan bertanggungjawab dan berdedikasi sepenuhnya untuk mencapai tujuan sekolah.
Sekolah memiliki kemandirian untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumber daya yang cakap untuk menjalankan tugasnya.
Sekolah memiliki keterbukaan manajemen. Keterbukaan dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS)> keterbukaan ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan, dan pelaksanaan tugas atau kegiatan, penggunaan uang , dan sebagainya. Pihak-pihak lain yang terkait dilibatkan sebagai alat kontrol.
Akuntabilitas merupakan suatu kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atas tindakan seseorang, badan hokum atau pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.
Dalam pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, kerjasama (team work) merupakan karakteristik yang dituntut.
Hasil penelitian Bank Dunia pada tahun 1998, ditemukan penyebab lemahnya lembaga pendidikan sebagai kendala di Indonesia, yaitu:
a. Sistem organisasi dan manajemen pendidikan (dasar) sangat kompleks.
b. Manajemen yang bersifat sentralistik terutama berkaitan dengan penentuan program, perencanaan, dan anggaran.
c. System penganggaran terkotak-kotak dan kaku.
d. Manajemen sekolah kurang efektif.
BAB XII
KEPALA SEKOLAH DAN SUPERVISI PENGAJARAN
Paradigma baru manajemen pendidikan tinggi terdiri atas akreditasi, akuntabilitas, evaluasi, otonomi, dan mutu. Permasalahan pendidikan yang diidentifikasi (Depdikbud,1983) formulasinya tetap sama sampai saat ini, yaitu:
1) Masalah kuantitatif.
2) Masalah kualitatif.
3) Masalah kualitatif.
4) Masalah relevansi.
5) Masalah efisiensi.
6) Masalah efektifitas.
7) Masalah khusus.
Bila bergerak maju dikatakan mutunya bertambah baik, bila bergerak mundur dikatakan mutunya merosot. Mutu bisa diartikan superiority atau excellence, yaitu melebihi sistem yang berlaku. Dalam pengelolaan suatu unit pendidikan, mutu dapat dilihat dari “masukan”, “proses”,”hasil”.
Peningkatan mutu pendidikan merupakan tugas yang tidak mudah karena dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti mutu masukan pendidikan, mutu sumber daya pendidikan, mutu guru dan pengelola pendidikan, mutu proses pembelajaran, sistem ujian dan pengendalian mutu, serta kemampuan pengelola pendidikan untuk mengantisipasi dan menangani berbagai pengaruh lingkungan pendidikan.
Guru yang bermutu diukur dengan:
Kemampuan profesional.
Upaya profesional.
Waktu yang dicurahkan untuk kegiatan profesional.
Kesesuaian antara keahlian dan pekerjaannya.
Upaya peningkatan mutu profesional guru bukanlah hal yang mudah. Banyak kalangan yang masih mempersoalkan apakah guru tersebut mempunyai keahlian yang dapat diandalkan.Kesesuaian antara keahlian dalam pekerjaannya guru yang bermutu adalah mereka yang dapat membelajarkan murid-muridnya secara tuntas dan benar. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa mutu, jumlah, dan kesesuaian tenaga guru masih memperlihatkan adanya masalah yang cukup kompleks.Dalam mengkaji masalah mutu pendidikan, tidak dapat dilepaskan dari penyelenggaraan sistem pendidikan.
Untuk dapat melakukan pembinaan terhadap guru agar lebih profesional, maka instrumen yang sangat relevan dan tepat adalah melalui supervisi. Tujuan supervisi adalah:
Membimbing pengalaman belajar siswa.
Menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar.
Menggunakan metode-metode yang baru dan alat-alat pelajaran modern.
Memenuhi kebutuhan belajar para siswa.
Menilai proses pembelajaran dan hasil belajar para siswa.
Membina reaksi mental atau moral kerja guru-guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
Menggunakan waktu dan tenaga mereka dalam pembinaan sekolah.
Tujuan dasar supervisi pendidikan:
Membantu tercapainya tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan institusional.
Tujuan umum supervisi pendidikan:
Membantu memperbaiki dan mengembangkan administrasi pendidikan.
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional. Sikap profesional hanya dilihat dari moral kerja guru. Moral kerja adalah reaksi mental (emosi) guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diserahkan padanya.
Menurut Danim (2002), dalam konteks profesionalisasi istilah profesi dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan (approach), yaitu pendekatan karakteristik, pendekatan institusional, dan pendidikan legalistik.
Pendekatan Karakteristik (the trait approach)
Profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dari pekerjaan lainnya.
Pendekatan Institusional (the institusional approach)
Memandang profesi dari segi proses institusional atau perkembangan asosiasional.
Pendekatan Legalistik (the legalistic approach)
Pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh Negara atau pemerintah.
Supervisi pendidikan di sekolah dilakukan dalam rangka pembinaan terhadap para guru. Sasaran pembinaannya adalah:
Merencanakan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan strategi belajar aktif.
Mengelola kegiatan belajar mengajar yang menantang dan menarik.
Menilai kemajuan anak belajar.
Memberikan umpan balik yang bermakna.
Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber dan media pengalaman.
Membimbing dan melayani siswa yang melayani siswa yang mengalami kesulitan belajar terutama bagi anak lamban dan anak pandai.
Mengelola kelas sehingga tercipta lingkungan belajar yang menyenangkan.
Menyusun dan mengelola catatan kemajuan anak (record keeping) (Depdikbud, 1999/2000).
Supervisi (pembinaan professional guru) untuk meningkatkan kemampuan dan ketrampilan guru dalam melaksanakan tugas pokoknya sehari-hari, yaitu mengelola proses belajar mengajar dengan segala aspek pendukungnya sehingga berjalan dengan baik, khususnya dalam kegiatan belajar mengajar sehingga tujuan pendidikan dasar dapat tercapai secara optimal.
Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan:
Pendekatan langsung (directive approach)
Pendekatan tidak langsung (non directive approach).
Pendekatan kolaboratif (collaborative approach)
Teknik-Teknik Supervisi:
Kunjungan kelas.
Pembicaraan individual.
Diskusi kelompok.
Demonstrasi mengajar.
Kunjungan kelas antarguru.
Pengembangan kurikulum.
Buletin supervisi.
Perpustakaan professional.
Lokakarya.
Survey sekolah-masyarakat.
Respon dan sikap guru terhadap supervise pengajaran.
Kendala-kendala pelaksanaan supervise pengajaran.
Penelitian-penelitian terdahulu tentang supervisi pengajaran.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar